Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi PKS Almuzzammil Yusuf mendukung Putusan Mahkamah Konstitusi No.137/- PUU-XIII/2015 yang menghapus kewenangan Menteri Dalam Negeri dan Gubernur mencabut peraturan daerah kabupaten/kota. Menurutnya keputusan itu memenuhi aspirasi daerah dan sesuai dengan Konstitusi, Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
“Kami menilai Putusan MK yang menghapus kewenangan Mendagri dan Gubenur dalam mencabut perda kabupaten/kota sudah tepat dan sesuai dengan aspirasi daerah yang menghendaki adanya jaminan perlindungan dan perhormatan terhadap otonomi daerah yang sesuai dengan potensi dan aspirasi masyarakat daerah.” Kata Muzzammil di Jakarta, 7 April 2017
Menurut Alumni Ilmu Politik UI ini kewenangan menguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang yang diduga bertentangan dengan undang-undang merupakan kewenangan konstitusional Mahkamah Agung yang disebutkan pada pasal 24A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
" Selain amanat Konstitusi pengujian perda oleh MA juga dikuatkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Pasal 9 Ayat 2 dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 20 Ayat 2" Terangnya.
Menurut politisi PKS asal Lampung ini, selama ini ada pertentangan antar undang-undang sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum bagi pemerintahan dan masyarakat daerah.
"Pengujian Perda itu sudah seharusnya kewenangan MA sebagai lembaga yudikatif. Sedangkan tugas Kemendagri dan Gubenur adalah memberikan fasilitasi dan superivisi penyusunan perda kabupaten/kota supaya tidak bertentangan dengan peraturan di atasnya.” Jelasnya.
Kendati demikian, Muzzammil menyayangkan putusan MK yang tidak menganulir kewenangan Mendagri mencabut peraturan daerah provinsi yang diatur dalam Pasal 251 Ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
“Seharusnya Pasal 251 ayat 1 juga bisa dibatalkan oleh MK walau tidak diminta pemohon, karena pembatalan tersebut sejalan dengan prinsip bahwa semua peraturan di bawah undang-undang, termasuk perda propinsi yang bertentangan dengan undang-undang diuji materi oleh MA. Bukan oleh Menteri atau Gubernur." Tegasnya
Kalau ini tidak dilakukan, kata Muzzammil, maka akan terjadi inkonsistensi dan dualisme pengaturan pengujian perda kabupaten/kota dan provinsi.
" Pemerintah daerah dan masyarakat yang dirugikan." Ujarnya.
Terhadap ribuan peraturan daerah yang sudah dicabut oleh Kemendagri, Muzzammil menyarankan agar pemerintahan daerah menghidupkan kembali perda tersebut dengan kajian yang mendalam.
“ Putusan itu tidak menghidupkan secara otomatis perda yang sudah dicabut Mendagri. Jika Pemda dan DPRD setempat yakin perda yang dibuatnya tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan kesusilaan silahkan menghidupkan kembali perda tersebut dengan kajian yang mendalam.” Paparnya.
Melalui Putusan MK ini, Muzzammil berharap MA mengkaji secara mendalam, lebih berhati-hati dan cermat dalam mencabut peraturan daerah-daerah.
“Dalam mencabut Perda, MA harus memperhatikan segala aspek, tidak hanya menggunakan kacamata untuk mengundang investasi. Pemerintah harus mempertimbangkan moralitas, norma, nilai agama, norma masyarakat daerah, dan kondisi generasi masa depan bangsa Indonesia.” Papar Ketua DPP PKS Bidang Polhukam ini.
Selain itu menurut Muzzammil, kewenangan pengujian dan kelembagaan MA harus segera dibenahi dengan merevisi Undang- Undang Mahkamah Agung.
" Supaya MA bisa lebih kredibel, profesional dan cepat merespon ribuan usulan pengujian perda dari masyarakat dan lembaga lainnya." Ujarnya.
Berikut ini adalah Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 251 Ayat 2,3,4, dan 8 yang dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi :
(2) Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(3) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan/atau peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri membatalkan Perda Kabupaten/Kota dan/atau peraturan bupati/wali kota
(4) …… pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(8) Dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan Perda Kabupaten/Kota dan bupati/wali kota tidak dapat menerima keputusan pembatalan peraturan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan alasan yang dapat dibenarkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan, bupati/wali kota dapat mengajukan keberatan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak keputusan pembatalan Perda Kabupaten/Kota atau peraturan bupati/wali kota diterima.
COMMENTS