Sumber: Kompas, Sabtu 15 Sept 2007.
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diharapkan tidak hanya berpidato mengimbau semua pihak untuk berani menolak pemekaran daerah. Presiden perlu melakukan aksi konkret dan tegas untuk mengerem pemekaran yang makin tak terkendali.
Mantan Menteri Negara Otonomi Daerah (1999-2000) Ryaas Rasyid mengemukakan pandangan itu, Jumat (14/9).
"Saat pidato 23 Agustus di Dewan Perwakilan Daerah, Presiden meminta semua pihak berani menolak pemekaran. Ini sudah statement kedua. Pemekaran tidak bisa hanya dilawan dengan pidato," ucap Ryaas yang juga Presiden Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan.
Untuk menghentikan pemekaran yang semakin tak terkendali, pemerintah harus mendorong revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU itu, syarat-syarat pemekaran harus dipersulit. Fraksi-fraksi pendukung pemerintah pun diminta tegas menolak pemekaran. Insentif keuangan untuk daerah pemekaran juga dikurangi.
Tanpa itu, menurut Ryaas, pemekaran daerah tak mungkin dibendung karena masih dimungkinkan oleh undang-undang. Apalagi, di tataran praktik, pemerintah terus memberi insentif keuangan yang sangat besar pada daerah otonom baru.
Pemekaran memang memberi keuntungan instan pada tiga elemen di tingkat lokal, yaitu elite partai politik, birokrat, dan pengusaha lokal. Calon anggota legislatif (caleg) yang semula tidak terpilih dalam pemilu bisa menjadi caleg dengan terbentuknya DPRD di daerah otonom baru.
Birokrat pun diuntungkan karena ada jabatan sekretaris daerah, kepala dinas, atau kepala biro yang baru. Pengusaha diuntungkan karena muncul berbagai proyek pembangunan gedung atau pengadaan peralatan kantor. "Mereka-mereka ini yang membiayai pemekaran dan kasih ’amplop’ ke Jakarta," katanya.
Sampai tahun 2007, daerah otonom baru yang sudah terbentuk sebanyak 173 daerah, terdiri atas 7 provinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota.
Masih rancu
Di tingkat legislatif, kesepakatan DPR soal 27 rancangan undang-undang pembentukan daerah baru menyisakan persoalan. Dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa lalu, tidak dipilahkan antara RUU yang sudah bisa dimulai pembahasannya dengan pemerintah dan RUU yang masih merupakan inisiatif anggota yang mestinya dikaji di tingkat alat kelengkapan DPR.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Al Muzzammil Yusuf (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Jumat, menilai, ada kerancuan soal 27 RUU pembentukan daerah baru yang disepakati Rapat Paripurna DPR pekan lalu. Ke-27 calon daerah baru tersebut terkesan disamaratakan. Padahal, hanya 12 RUU calon daerah otonom baru yang pada rapat Baleg 19 Juli 2007 yang dinyatakan telah lengkap persyaratannya.
Atas 12 RUU tersebut, Baleg telah melakukan harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsep. Adapun 15 RUU belum lengkap persyaratan administrasi, teknis, dan fisik.
"Sikap kehati-hatian Baleg ini didorong oleh semangat untuk memastikan bahwa pemekaran wialyah itu akan membawa dampak positif bagi daerah dan nasional. Dan, inilah sesungguhnya yang menjadi semangat amanat UU No 32/2004," ujarnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir sepakat, pemekaran memang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. "Jadi, jangan asal berpikir mekar saja. Namun, pemerintah pusat pun jangan pula menghalangi proses pemekaran wilayah yang memang sudah memenuhi syarat undang-undangnya," ujarnya.
Anggota Komisi II DPR Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golkar) secara terpisah menilai, posisi ke-27 RUU sebenarnya sudah jelas. Ke-12 RUU yang sudah dibahas di Baleg bisa segera dibahas bersama pemerintah, sementara sisanya mesti dikaji dulu. Menurut dia, sudah semestinya persetujuan atas pembentukan daerah otonom baru diperketat. Pemekaran harus dihentikan dulu selambatnya awal 2008 agar tidak mengganggu persiapan Pemilu 2009. (SUT/DIK/MAM)
Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diharapkan tidak hanya berpidato mengimbau semua pihak untuk berani menolak pemekaran daerah. Presiden perlu melakukan aksi konkret dan tegas untuk mengerem pemekaran yang makin tak terkendali.
Mantan Menteri Negara Otonomi Daerah (1999-2000) Ryaas Rasyid mengemukakan pandangan itu, Jumat (14/9).
"Saat pidato 23 Agustus di Dewan Perwakilan Daerah, Presiden meminta semua pihak berani menolak pemekaran. Ini sudah statement kedua. Pemekaran tidak bisa hanya dilawan dengan pidato," ucap Ryaas yang juga Presiden Partai Persatuan Demokrasi Kebangsaan.
Untuk menghentikan pemekaran yang semakin tak terkendali, pemerintah harus mendorong revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU itu, syarat-syarat pemekaran harus dipersulit. Fraksi-fraksi pendukung pemerintah pun diminta tegas menolak pemekaran. Insentif keuangan untuk daerah pemekaran juga dikurangi.
Tanpa itu, menurut Ryaas, pemekaran daerah tak mungkin dibendung karena masih dimungkinkan oleh undang-undang. Apalagi, di tataran praktik, pemerintah terus memberi insentif keuangan yang sangat besar pada daerah otonom baru.
Pemekaran memang memberi keuntungan instan pada tiga elemen di tingkat lokal, yaitu elite partai politik, birokrat, dan pengusaha lokal. Calon anggota legislatif (caleg) yang semula tidak terpilih dalam pemilu bisa menjadi caleg dengan terbentuknya DPRD di daerah otonom baru.
Birokrat pun diuntungkan karena ada jabatan sekretaris daerah, kepala dinas, atau kepala biro yang baru. Pengusaha diuntungkan karena muncul berbagai proyek pembangunan gedung atau pengadaan peralatan kantor. "Mereka-mereka ini yang membiayai pemekaran dan kasih ’amplop’ ke Jakarta," katanya.
Sampai tahun 2007, daerah otonom baru yang sudah terbentuk sebanyak 173 daerah, terdiri atas 7 provinsi, 135 kabupaten, dan 31 kota.
Masih rancu
Di tingkat legislatif, kesepakatan DPR soal 27 rancangan undang-undang pembentukan daerah baru menyisakan persoalan. Dalam Rapat Paripurna DPR pada Selasa lalu, tidak dipilahkan antara RUU yang sudah bisa dimulai pembahasannya dengan pemerintah dan RUU yang masih merupakan inisiatif anggota yang mestinya dikaji di tingkat alat kelengkapan DPR.
Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Al Muzzammil Yusuf (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), Jumat, menilai, ada kerancuan soal 27 RUU pembentukan daerah baru yang disepakati Rapat Paripurna DPR pekan lalu. Ke-27 calon daerah baru tersebut terkesan disamaratakan. Padahal, hanya 12 RUU calon daerah otonom baru yang pada rapat Baleg 19 Juli 2007 yang dinyatakan telah lengkap persyaratannya.
Atas 12 RUU tersebut, Baleg telah melakukan harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsep. Adapun 15 RUU belum lengkap persyaratan administrasi, teknis, dan fisik.
"Sikap kehati-hatian Baleg ini didorong oleh semangat untuk memastikan bahwa pemekaran wialyah itu akan membawa dampak positif bagi daerah dan nasional. Dan, inilah sesungguhnya yang menjadi semangat amanat UU No 32/2004," ujarnya.
Ketua Umum Partai Amanat Nasional Soetrisno Bachir sepakat, pemekaran memang bertujuan untuk menyejahterakan rakyat. "Jadi, jangan asal berpikir mekar saja. Namun, pemerintah pusat pun jangan pula menghalangi proses pemekaran wilayah yang memang sudah memenuhi syarat undang-undangnya," ujarnya.
Anggota Komisi II DPR Priyo Budi Santoso (Fraksi Partai Golkar) secara terpisah menilai, posisi ke-27 RUU sebenarnya sudah jelas. Ke-12 RUU yang sudah dibahas di Baleg bisa segera dibahas bersama pemerintah, sementara sisanya mesti dikaji dulu. Menurut dia, sudah semestinya persetujuan atas pembentukan daerah otonom baru diperketat. Pemekaran harus dihentikan dulu selambatnya awal 2008 agar tidak mengganggu persiapan Pemilu 2009. (SUT/DIK/MAM)
COMMENTS